Merah bersemu jingga terpancar dari matahari setengah bulat. Senja berkarat bergantung di langit ufuk barat. Tak lama gelap menelannya bulat – bulat dalam sesaat. Aku berjalan lesu sehabis taram – taraman itu. Esoknya tak kujumpai warna langit lain selain biru dan hitam. Habislah sudah. Masa keemasan itu menguap tak bersisa. Setelah dia mendapatkan hatiku sepenuhnya, dia hanya menjadi biru biasa dan gelap gulita. Temaram yang selalu menghangatkan jiwa yang sepi kini tak ada. Aku redup dalam kelabu birunya, mencari taram – taraman itu yang biasa membuatku terlihat merah menyala. Aku merasa didinginkan udara. Mungkinkah hangat itu hilang selamanya? Dia tidak tahu bagaimana emosi berkecamuk dalam dada. Dia tak berusaha mengerti kesepian yang aku rasa. Kebosanan tanpa senja. Kematian mengincarku dari kejauhan membawa derita jiwa. Mungkin lebih baik rasanya jika tertikam candrasa di dada, dibandingkan dengan terselimuti kabut lara. Meskipun sekawanan angin dan awan berusaha...