Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2008

Festival Pedestrian Braga

Hari selasa tanggal 30 Desember 2008 menjadi catatan baru dalam sejarah Jln. Braga. Kemarin telah diresmikan Festival Braga yang akan berlangsung hingga hari Rabu (31/12/08), sebuah festival yang diadakan setelah rampungnya renovasi jalanan Jln. Braga. Kini jalanan di Braga sudah tidak berupa aspal, melainkan diganti dengan susunan batu andesit. Rencananya, setiap akhir minggu Jln. Braga akan ditutup bagi kendaraan bermotor dan yang diperbolehkan hanya para pejalan kaki dan sepeda untuk menikmati indahnya kawasan Braga. Renovasi Jln. Braga ini bertujuan untuk mengangkat kembali “gengsi” kawasan ini dan kembali menjadikannya icon pariwisata di kota Bandung, karena pada zaman dahulu Braga lah pusat dari perbelanjaan, café , dan tempat nongkrong anak – anak gaul (baca: noni – noni Belanda). Braga juga yang semakin menguatkan predikat Parijs van Java kota Bandung. Kemarin saya mengunjungi festival Braga dan agak tersentak kaget karena tidak seramai yang saya bayangkan.

Tawa

“hahahahahahahaha...” Lia tertawa. “hahahahahahahaha...” Juki tertawa. “hahahahahahahaha...” Jasti tertawa. “hahahahahahahaha...” Nia tertawa. “hahahahahahahaha...” Nita tertawa. “hahahahahahahaha...” Ushrie tertawa. “hahahahahahahaha...” Irene tertawa. “hahahahahahahaha...” Hasni tertawa. “hahahahahahahaha...” aku tertawa. Kami semua terbahak – bahak. Tertawa sekeras – kerasnya, sepuas – puasnya selagi masih bisa. Kalau perlu hingga gigi – gigi kami menjadi kering dan perut ini rasanya melilit. Air mata tawa pun membanjiri pipi kami. Kami semua tergelak. “hahahahahahahaha...” Alle tertawa. “hahahahahahahaha...” Dimas tertawa. “hahahahahahahaha...” Abox tertawa. “hahahahahahahaha...” Juree tertawa. “hahahahahahahaha...” Gilang tertawa. “hahahahahahahaha...” Czar, tawanya yang paling keras diantara kami. Saat dia tertawa badannya bergerak ke sana – ke mari seperti orang sedang moshing di konser Korn. “hahahahahahahaha...” aku tertawa. Orang – orang menilik kami s

Para Bolang strike back: PANGALENGAN

Tepatnya ke desa Rancamanyar, perkebunan Kertamanah Pangalengan pada tanggal 24 – 25 Mei 2008. Seperti acara ngebolang sebelumnya, saya dan teman – taman ngebolang saya jainjian di Leuwi Panjang. Well, Leuwi Panjang pada saat seperti itu tampak sebagai treffpunkt (meet-point) yang paling strategis untuk kami, saya yang dari bandung dan kawan – kawan saya dari Jatinangor, soalnya di sana berbagai kendaraan ke segala jurusan dapat di temui. Waktu itu kami berencana pergi menggunakan angkot “gelap” ke Pangalengan yang biasa mangkal di Leuwi Panjang. Biasanya mereka mau mengantar sampai ke tempat tujuan dengan harga yang bisa di nego. Malangnya, kita tidak menemukan si angkot “gelap” itu. Jadi kita kebingungan mau naik apa ke Pangalengan, kalau naik bis ke Pangalengan pasti lama ngetem. Akhirnya kita naik angkot ke arah Tegalega dan dari sana naik elf (sejenis mini-bus) ke Pangalengan. Ternyata eh, ternyata naik elf sangat tersiksa. Tersiksa tapi menyenangkan juga. Warning naik elf: dil

nge-Bolang ke Soreang

Zaman dulu (beuh...kesannya saya udah tuir banget iaa?!) gambaran daerah Soreang di benak saya tuh ngga ada bagus - bagusnya sama sekali. Kumuh, gersang-panas, dan jauuuuuuhhh banget di antah berantah sana. Pokoknya bukan termasuk daerah di Bandung yang ingin saya sambangi! Namun pada akhirnya say memijakkan kaki saya di Soreang. Terhitung tanggal 26-27 April 2008 saya nge-Bolang ke soreang bersama 3 orang kawan (dari kiri ke kanan): Nia, Nita, Tania, Juki. Kami memutuskan untuk mengunjungi "desa" (baca: Soreang), karena salah satu kawan bernama Ranita Purnabudhiwijaya a.k.a Nita punya rumah di sana. Ya sudah, demi melepas penat kuliah kita pergi ke sana. Perjalanan ke Soreang sungguh panjang. Memang jauh tempatnya dan benar panas. Tidak jauh beda-lah sama desa tempat saya menimba ilmu, Jatinangor. Berhubung saya orang Bandung, saya menunggu 3 kawan saya tadi di Leuwi Panjang, mereka pergi dari kosan masing - masing di Jatinangor. Dari Leuwi Panjang

Ica is a Handsome Woman part II

Bertambah satu lagi fans saya, yang tertipu oleh paras saya. Seperti biasa, setiap hari minggu saya suka lari pagi sama bunda dan ayahanda tercinta. Pas lari pagi, di pinggir jalan kita ketemu sama emak - emak tukang Awug (Makanan tradisional yang terbuat dari tepung beras dan gula merah ketan yang dikukus). Jadinya kita jajan awug . Ibu saya memesan beberapa bungkus awug ditemani ayah saya, sedangkan saya jogging di tempat sambil memerhatikan emak - emak itu membungkus awug dengan daun pisang. Selain awug , makanan lain yang dijual adalah lupis dan gurandil . semuanya dari tepung beras ketan, kalau lupis warnanya hijau dan enaknya dilumuri dengan saus gula merah sedangkan gurandil berwarna merah muda dan enaknya ditaburi gula putih. Lalu saya bilang sama ibu saya, "Mah, aku mau gurandil juga,"

Ica is a Handsome Woman

Saya sudah terbiasa di saat ada orang (entah itu tukang ojeg, tukang angkot, kondektur bis, atau siapapun) memanggil saya AA atau Jang dan lain sebagainya yang bersifat maskulin. Panggilan - panggilan itu sudah terasa akrab di telinga. Makin hari saya sepertinya semakin terkenal karena sifat maskulin saya. Physically sebenernya sudah jelas saya adalah seorang wanita. I swear to God, I'm a Girl! I have boops, dan terlihat dengan jelas. Di tambah saya sekarang udah pake anting - di saat yang sama para pria pun pake anting. Damn. Lebih sering saya di bilang ganteng daripada cantik. Hhhhh....

Girls Day

- Apa itu girls day? # hari cewek - cewek. Di kamus cewek - cewek bolang ini, girls day punya arti hari makan besar. Gulp.! Maksud makan besar adalah makan lebih dari porsi normal. Kalau biasa cuma makan satu piring, maka pada saat girls day, kita makan dua piring atau lebih. Tergantung kesepakatan bersama. Biasanya dilakukan setelah kita selesai UAS, pas ketika otak kita lagi butek - buteknya dan stress. Obat paling ampuh, ya makan...

The Gangsta Paradise

Kalau ada pertanyaan tentang masa terhebat yang pernah dialami, maka dengan lantang saya akan menjawab, saat kelas 3 SMA di jurusan Bahasa. Hah.! sungguh kelas paling absurd, konyol, bojeg, kocak, dan segala - galanya lah...

~ Hari – Hari Rana ~

Rana hidup di dunia tawa dan derita. Ia tertawa untuk deritanya. Sewaktu deritanya bertambah, ia semakin mencandu tawa ria. Ia meretas asa bersama orang – orang yang dikiranya teman. Terbang bersama mengecap nikmat dunia yang fana. Rana memendam wajah ke bantalnya, meringkuk di ranjang, tubuhnya merapat ke dinding. Menahan rasa sakit yang menggila di sekujur tubuhnya. Ayah mengunci pintu kamarnya rapat – rapat. Rana hanya bisa meringis. Sakitnya bercampur pilu ketika mendengar isak tangis ibunya dan amuk ayahnya. Ayah mencaci ibu, memukuli ibu, menyalahkan ibu atas kecanduannya. “Maafkan aku, Ibu...hentikan, Ayah...” rintihnya. Tak ada yang dapat mendengarnya ia tahu. Tubuhnya terlalu sakit untuk melawan. *** Rana duduk di taman memeluk kedua lututnya. Tatapan matanya kosong, tubuhnya menggigil. Ia ingin coba semua. Lakukan semua. “Kunikmati hidup sepenuhnya, kita cuma hidup sekali, bukan?” katanya tanpa memperdulikan kantung matanya atau getar halus jemarinya. Mata ibu bengkak.

L, is For The Way You Look

Sapta sedang menatap Zara. Zara sedang memelototi agendanya. Amara sedang memandangi mereka berdua. Dan aku adalah observator dari semua itu. Menyenangkan juga berobservasi. Kau seperti bisa mendengar isi pikiran orang melalui ekspresi wajahnya jika kau cukup lama menyimak dan memandangi. Mata Amara yang belotot nampak seolah – olah hendak menghabisi Zara. Dan Amara, tentu saja. Dia punya masalah. Bukan dari penampilannya. Amara punya dua mata bulat besar berwarna cokelat terang seperti barbie, kulit putih mulus, badan yang tinggi dengan bahu seperti atlet renang, kaki semampai, dan rambut ikal. Tapi di samping semua kesempurnaan fisiknya, ia punya masalah. Masalahnya adalah ia menyukai Sapta dan Sapta malah menyukai Zara. Zara lucu dan pintar. Cantik sekali. Mata yang sedikit sipit seperti orang jepang, rambut pendek lurus membingkai wajahnya yang lonjong, kulitnya kecokelatan seperti orang latin, tinggi badannya standar orang asia. Tidak tinggi tapi tidak juga pendek. Pas. Kalau

Insiden Sepatu George W. Bush

Kocak banget pas pertama kali liat videonya wartawan Iraq ngelempar sepatu ke muka presiden Bush, cuma sayang meleset. Kalau kena, pasti udah dapet jackpot tuh! Saking di bencinya dan hinanya seorang Bush hingga ia dinilai layak menerima lemparan sepatu itu (kira - kira itu sepatu wangi ngga ya??hahaha). Saya juga ngga suka sama Bush, tapi ngga mendukung tindakan wartawan Iraq itu. Bukannya membela, tapi bagaimanapun juga Bush adalah seorang presiden. Meski dia pantas menerima bentuk lemparan apapun atas hal - hal yang dia perbuat, tapi tetap saja hal tersebut tidak di benarkan dalam dunia etika. Sekarang berpikir aja deh, berbuat hal anarki seperti itu tidak membuat kamu terlihat jauh lebih elegan dari Bush. Sebisa mungkin hindari hal - hal konyol yang hanya pantas di lakukan oleh orang - orang tidak berpendidikan dan berotak dangkal. Kalau menurut saya, biarin aja sekarang Bush menikmati masa - masa akhir menjadi presiden Amerika sebelum tahun depan lengser dan di gantikan Barrack O