Langsung ke konten utama

Ica is a Handsome Woman part II

Bertambah satu lagi fans saya, yang tertipu oleh paras saya. Seperti biasa, setiap hari minggu saya suka lari pagi sama bunda dan ayahanda tercinta. Pas lari pagi, di pinggir jalan kita ketemu sama emak - emak tukang Awug (Makanan tradisional yang terbuat dari tepung beras dan gula merah ketan yang dikukus). Jadinya kita jajan awug. Ibu saya memesan beberapa bungkus awug ditemani ayah saya, sedangkan saya jogging di tempat sambil memerhatikan emak - emak itu membungkus awug dengan daun pisang. Selain awug, makanan lain yang dijual adalah lupis dan gurandil. semuanya dari tepung beras ketan, kalau lupis warnanya hijau dan enaknya dilumuri dengan saus gula merah sedangkan gurandil berwarna merah muda dan enaknya ditaburi gula putih. Lalu saya bilang sama ibu saya, "Mah, aku mau gurandil juga,"



Si tukang awug yang menyahut, "Oh, mangga kasep...bade sakumaha gurandil na?" (Oh, boleh, ganteng...mau segimana gurandilnya?)

Saya sih cuek - cuek saja di sebut kasep, udah biasa sih! "2000-eun we, Mak." (2000 rupiah aja, Mak) jawab saya.

Orang tua saya hanya cengar - cengir saya di panggil kasep. Mungkin mereka juga tidak tahu harus bagaimana lagi dengan saya. hahahahaha....

"Iyeu, kanggo si kasep," (Ini buat si ganteng) kata tukang awug setelah selesai membungkus gurandil. Lanjutnya pada ibu saya, "Neng, gaduh putra teh meni kasep..." (Neng, punya anak laki - laki ganteng banget)

Ayah saya menyela, "Mah, kasep cenah si ade," (Mah, ganteng katanya si ade) sambil tersenyum.

Ibu saya yang sudah tertawa sedari tadi bicara juga, "Emak, sanes kasep. Geulis, mak. Da istri." (Emak, bukannya ganteng tapi cantik. Soalnya perempuan)

"Oh, sanes pameget? Gustiiiii...sugan teh pameget. Da meni kasep sareng gagah kitu, neng. Ckckckckk...istri geuningan. Punten nya, neng..." (Oh, bukan laki - laki? Ya Tuhaaaan...kirain laki - laki. Soalnya ganteng banget dan gagah gitu, neng. Ternyata perempuan, maaf ya, neng..)

Aku tersenyum sambil menerus jogging di tempat, "Ah, teu sawios - wios, mak." (Ah, ngga apa apa, mak.)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.