Langsung ke konten utama

nge-Bolang ke Soreang

Zaman dulu (beuh...kesannya saya udah tuir banget iaa?!) gambaran daerah Soreang di benak saya tuh ngga ada bagus - bagusnya sama sekali. Kumuh, gersang-panas, dan jauuuuuuhhh banget di antah berantah sana. Pokoknya bukan termasuk daerah di Bandung yang ingin saya sambangi!
Namun pada akhirnya say memijakkan kaki saya di Soreang. Terhitung tanggal 26-27 April 2008 saya nge-Bolang ke soreang bersama 3 orang kawan (dari kiri ke kanan): Nia, Nita, Tania, Juki. Kami memutuskan untuk mengunjungi "desa" (baca: Soreang), karena salah satu kawan bernama Ranita Purnabudhiwijaya a.k.a Nita punya rumah di sana. Ya sudah, demi melepas penat kuliah kita pergi ke sana.

Perjalanan ke Soreang sungguh panjang. Memang jauh tempatnya dan benar panas. Tidak jauh beda-lah sama desa tempat saya menimba ilmu, Jatinangor. Berhubung saya orang Bandung, saya menunggu 3 kawan saya tadi di Leuwi Panjang, mereka pergi dari kosan masing - masing di Jatinangor. Dari Leuwi Panjang kami naik angkot jurusan ke Soreang lalu di lanjutkan lagi dengan naik delman. Setelah perjalanan panjang yang bikin panas pantat, akhirnya kami sampai di rumah yang ternyata baru 1/2 jadi alias, rumahnya masih di bangun. Belum ada pintu masuk, dinding masih bolong, baru satu kamar yang jadi utuh. Rumahnya seperti rumah panggung, di kolong rumah ada kolam ikan besar dan tempat itulah yang jadi tujuan utama kita buat ngadem.


Untung di depan rumah Nita ada rumah tantenya, dari situlah makanan tak henti - henti nya mengalir. Dari mulai roti, nasi liwet, nasi goreng, jagung rebus, dan berbagai kelitikan. Pokoknya, urusan perut terjamin.

Malam - malam kami menggemparkan suasana dengan sura tawa kami yang beroktav - oktav karena bermain Truth or Dare. What?! No, lebih tepatnya Dare or Dare. Jarang Truthnya! Jadilah bentuk kami hancur seperti ini. Malam itu rusuh banget, suara tawa oktav kita udah ngga ketulunangan. Beruntung kita ngga digerebeg Pak Kades dan pasukan Hansip nya. Sampai tengah malam kita rusuh di dalam rumah 1/2 jadi. Saya, nia, dan Tania ketiduran di ruang tengah yang dindingnya belum jadi. Wuihhhh....itu tiupan angin menusuk tulang rusuk! belum lagi ada orkestra kodok tengah malem, mengiringi lagu indonesia raya yang entah mengalun dari radio siapa.
Paginya udah lemes banget. Kita cari makan ke pasar, ke pasarnya naik delman lagi dan pulangnya jalan kaki sambil lihat hamparan sawah yang hijau. Pas mau foto di sawah, eh, kita malah di kejar - kejar entog (itik, yang lehernya pendek dan badannya buntet kontet). Meski hewan itu kecil, tapi mereka bergerombol dan ganas!

Kita pun memutuskan pulang dan mandi dulu, baru siangnya kita kembali ke sawah untuk makan siang di tengah saung, di terpa angin sawah yang sepoi - sepoi. Betah banget kita di situ, dari jam 11 siang, kita baru balik jam 3. Huahhhhh....well, ternyata Soreang ngga buruk - buruk amat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.