Langsung ke konten utama

UTOPIA

Ada sebuah kerinduan atas tanah tinggal yang subur dan makmur, tanah yang ditumbuhi buah - buahan, sayuran, padi, dan gandum. Hutan hijau gelap penjaga keseimbangan daratan dan air, sebuah simbol gelap dan terang kehidupan. Sungai berair bening mengalir dari hulu ke hilir, di dalamnya ikan - ikan berenang riang. Laut biru luas lepas, garis horizon nya menunjukkan betapa tipisnya batas bumi dan langit. Karang - karang kokoh berdiri di tengahnya menghalau deburan ombak yang perkasa. Deburan itu melengkapi merdunya nyanyian paus di tengah laut, indahnya tarian sekelompok lumba - lumba yang berkejaran. Sebuah negeri yang berkesinambungan dengan bingkai pegunungan di sekelilingnya. Tercipta sebuah harmony kehidupan di antara penghuninya. Adakah negeri itu di kemudian hari?
Tawa riang anak - anak mencerahkan hari, menjaga api harapan masa depan terus menyala. Ini negeri seperti negeri musim semi, di mana - mana bunga bermekaran, burung berkicau, semua bahagia, semua begitu berwarna. Matahari dan bulan silih berganti bergantung di langit luas. Ketentraman, damai, ketenangan di setiap hati penunggu bumi. Tiada di antara mereka yang berani mengkhianati Tuhan, tidak ada. Hanya bersyukur atas apa - apa yang mereka miliki. Sebuah negeri beharmony. Adakah tercipta negeri itu kemudian hari?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.