Teknologi mengikuti zaman atau teknologi membuat zaman? Pertanyaan itu berputar - putar saat saya memandangi benda kecil persegi panjang di genggaman saya dan ini zaman benda seperti itu umum di sebut handphone atau hape.
Dulu pacar saya memberi saya hape ini sebelum dia pergi, katanya agar kami tidak putus komunikasi. "Pake hape kita bisa bicara dua arah dengan mudah, bahkan bertukar pesan tanpa harus menunggu berminggu - minggu seperti saat kita mengirim surat," ujar Pacar saya.
"Sehari sampai, begitu?" tanya saya.
"Hahaha...sehari? tidak samapai lima menit pesan tulis kamu sudah bisa aku baca!"
"Hah, buseeet!!"
Awalnya saya sangat menikmati berkomunikasi menggunakan benda unik ini yang tak jarang berhenti berdering. Namun sekarang saya justru merasa tak ada beda dengan saling berkirim surat. Telepon ini tak lagi berdering seperti dulu saat ada pesan masuk. Tidak lagi. Sekarang dia tak ubahnya hanya benda metalik persegi panjang yang diam seperti batu.
Berbelas - belas pesan saya kirimkan namun dia tak jua berdering menandakan adanya balasan. Saya masih terus menunggu pesan dari terkasih. Setiap malam, setiap pagi, setiap detiknya saya tunggu hape ini berdering. Apa dia rusak, pikir saya. Hingga hari - hari berlalu, dari langit terang berubah gelap berulang - ulang, tidak ada juga pesan. Tidak jua ia berdering. Saya terus menunggu dan masih menunggu.
Entah sampai kapan saya akan menunggu. Pikiran ini rasanya sudah tak tenang, hati juga gelisah tak pasti atas kenyataan yang terjadi, bahwa orang yang kucinta setengah mati tak memberi kabar kabari. Bahkan di zaman yang serba mudah sekarang!
Cinta memang bukan untuk di mengerti. Saya akan melanjutkan menunggu. Hingga hape ini berdering memberi pesan dari sang terkasih.
Dulu pacar saya memberi saya hape ini sebelum dia pergi, katanya agar kami tidak putus komunikasi. "Pake hape kita bisa bicara dua arah dengan mudah, bahkan bertukar pesan tanpa harus menunggu berminggu - minggu seperti saat kita mengirim surat," ujar Pacar saya.
"Sehari sampai, begitu?" tanya saya.
"Hahaha...sehari? tidak samapai lima menit pesan tulis kamu sudah bisa aku baca!"
"Hah, buseeet!!"
Awalnya saya sangat menikmati berkomunikasi menggunakan benda unik ini yang tak jarang berhenti berdering. Namun sekarang saya justru merasa tak ada beda dengan saling berkirim surat. Telepon ini tak lagi berdering seperti dulu saat ada pesan masuk. Tidak lagi. Sekarang dia tak ubahnya hanya benda metalik persegi panjang yang diam seperti batu.
Berbelas - belas pesan saya kirimkan namun dia tak jua berdering menandakan adanya balasan. Saya masih terus menunggu pesan dari terkasih. Setiap malam, setiap pagi, setiap detiknya saya tunggu hape ini berdering. Apa dia rusak, pikir saya. Hingga hari - hari berlalu, dari langit terang berubah gelap berulang - ulang, tidak ada juga pesan. Tidak jua ia berdering. Saya terus menunggu dan masih menunggu.
Entah sampai kapan saya akan menunggu. Pikiran ini rasanya sudah tak tenang, hati juga gelisah tak pasti atas kenyataan yang terjadi, bahwa orang yang kucinta setengah mati tak memberi kabar kabari. Bahkan di zaman yang serba mudah sekarang!
Cinta memang bukan untuk di mengerti. Saya akan melanjutkan menunggu. Hingga hape ini berdering memberi pesan dari sang terkasih.
Kamar Kosong,
3 Agustus 2008
Komentar
Posting Komentar