Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2009

APAKAH TUHAN TELAH MATI?

Kepergian-Nya diiringi gelak tawa dan kemaksiatan manusia. Kekacauan dunia. Musnahnya satu masa. Orang – orang lupa akan keberadaan-Nya. Kesaksian-Nya yang mutlak, tak dapat di ganggu gugat, Ia melihat, Ia mengingat, dan menyuruh malaikat mencatat. Disimpan-Nya catatan panjang noda hitam kehidupan personal setiap manusia, hingga pada saatnya tiba dimana Ia menunggu melancarkan pembalasan pada kita, para pendosa. Aku marah. Aku sudah tak sanggup menguasai diri. Aku sudah tak bisa berfikir menggunakan otak kanan maupun kiri. Aku berlari ke sana lalu ke mari, tapi selalu kembali pada tempat sama dengan yang tadi. Aku terperangkap dalam kelemahan diri karena emosi. Terasa sudah beratnya, lelahnya langkah kaki. Semakin hampanya ruang hati dan sudah tak sanggup diluapkan dengan kata – kata lagi. Aku berteriak dalam hati, tak ada yang mendengar jerit diri, pertanyaan – pertanyaan tak terjawab seiring matahari dan bulan bergantian menyinari. Aku merasa resah, perlahan redup lalu mati. ...

-- --

Tubuh ini sudah terasa lelahnya, namun aku belum mau memejamkan mata. Bukan mata yang tak ingin terpejam, tapi aku tak mau terpejam. Aku membuatnya, memaksanya untuk terus terjaga meski lelah telah melanda. Kenapa sih aku tidak mau terpejam? Aku bertanya kepada aku. Jika aku sudah merasa lelah kenapa tidak langsung merebahkan diri di atas kasur yang empuk di kerubuni selimut yang hangat, menutup mata, dengan mudahnya langsung tidur lelap, lalu bangun saat matahari sudah mulai menggeliat. Kenapa aku tidak mau melakukan itu? Dan malah terjaga di pagi buta yang hening, larut dalam kegelisahan yang tak dapat dijelaskan. Aku sadar betul ketika aku terjaga sendirian waktu terasa berputar pelan. Satu menit benar – benar terasa enam puluh detik. Satu jam betul – betul terasa enam puluh menit. Wah wah wah...

DENDA

TELAT: 30 menit = bengbeng 5 60 menit = silverqueen almond > 60 menit = nonton + roti boy Tidak datang = 1 botol bumbu pesto + keju parmesan Wahai, Jingga yang temaram, apakah harus selalu menggunakan permainan "denda" hanya untuk bisa menemui kamu? Kita sepertinya semakin terkucil, mengecil, dalam ruang kesendirian masing - masing.

Menjadi Sarjana

Tanpa mengurangi rasa hormat dan rasa sayang, saya memohon kepada ibu Susy untuk sedia bersabar menunggu kelulusan saya menjadi seorang sarjana sastra. Pada satu pagi setelah sahur, entah jam berapa itu, yang jelas di luar masih gelap. Saya berpikir tentang ingin memberi sebuah simbol kepada Ibu tercinta (tapi tetep yang sesuai dengan isi dompet saya) pada hari raya. Saya belum pernah memberi beliau apa - apa. Ibu Susy sedang melewati masa - masa terberat di hari tua nya.