Langsung ke konten utama

Rokok, Lem, dan Dua Bocah Lelaki

Senja ini saya naik angkot. Duduk pas di belakang Pak supir, menghadap ke pintu angkot yang terbuka lebar. Bersamaan dengan hendaknya angkot tancap gas, dua orang bocah berusia sekitar 7 tahun ke bawah, naik dan bilang ke Pak supir angkot dia mau nebeng sampai depan.



Duduklah dua bocah laki - laki itu di lawang panto (di depan pintu). Mereka bercanda ria. Sebatang rokok terselip di sela daun telinga mereka, sambil tertawa riang mereka asyik menghisap sebuah kaleng lem (yang umumnya suka dipakai sebagai perekat sol sepatu) penuh candu. Mata mereka bersemu merah. Teler.

Siapa yang harus bertanggung jawab?? itu adalah pertanyaan pertama yang muncul di benak saya. Orang tua mereka? Orang - orang di lingkungan mereka yang menjadi panutan mereka? pemerintah? bagaimana dengan orang - orang yang mengetahui dan melihat mereka seperti itu tapi lantas berdiam diri saja? Seperti saya yang hanya menonton, merasa miris, sedih, speechless, tapi akhirnya tak berbuat apa - apa karena merasa tak dapat berbuat apa - apa. Namun yang jelas, dua bocah itu belum bisa bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.

Saya menyadari satu hal, bahwa negeri ini bergantung pada mereka di masa depan. Mereka cikal bakal penerus dan pengisi kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan kita dengan darah mereka yang merah segar. Tapi negeri ini telah kehilangan dua orang lagi penerus di masa depan. Mungkin akan masih banyak lagi kehilangan, meski banyak juga yang tidak seperti dua bocah lelaki itu.

Di lain sisi, kebanyakan kita tetap saja merupakan manusia individualis yang menutup mata dan telinga demi mencari aman dan nyaman sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.

Si Kembar Lahir

Ada empat orang bapak menunggu istrinya yang sedang melahirkan. Keluarlah suster dan memberi selamat kepada Bapak yang pertama.  Suster    : Selamat, anak Bapak kembar! Bapak 1 : Kebetulan saya kerja di PT. Kacang Dua Kelinci Kemudian Suster menghampiri Bapak yang kedua Suster   : Selamat, anak Bapak kembar tiga! Bapak 2 : Oh, ngga heran, saya kan kerja di PT. Tiga Roda. Berikutnya Suster menyampaikan kebahagiaan kepada Bapak yang ketiga Suster   : Selamat, anak Bapak kembar tujuh! Bapak 3 : Ah, pasti dong, saya kan kerja di PT. Bintang Tujuh Tiba-tiba Bapak yang keempat jatuh pingsan. Ternyata dia tidak dapat membayangkan jumlah anaknya, karena dia anggota Densus 88!! Sumber: Tidak diketahui dengan jelas.