Senja ini saya naik angkot. Duduk pas di belakang Pak supir, menghadap ke pintu angkot yang terbuka lebar. Bersamaan dengan hendaknya angkot tancap gas, dua orang bocah berusia sekitar 7 tahun ke bawah, naik dan bilang ke Pak supir angkot dia mau nebeng sampai depan.
Duduklah dua bocah laki - laki itu di lawang panto (di depan pintu). Mereka bercanda ria. Sebatang rokok terselip di sela daun telinga mereka, sambil tertawa riang mereka asyik menghisap sebuah kaleng lem (yang umumnya suka dipakai sebagai perekat sol sepatu) penuh candu. Mata mereka bersemu merah. Teler.
Duduklah dua bocah laki - laki itu di lawang panto (di depan pintu). Mereka bercanda ria. Sebatang rokok terselip di sela daun telinga mereka, sambil tertawa riang mereka asyik menghisap sebuah kaleng lem (yang umumnya suka dipakai sebagai perekat sol sepatu) penuh candu. Mata mereka bersemu merah. Teler.
Siapa yang harus bertanggung jawab?? itu adalah pertanyaan pertama yang muncul di benak saya. Orang tua mereka? Orang - orang di lingkungan mereka yang menjadi panutan mereka? pemerintah? bagaimana dengan orang - orang yang mengetahui dan melihat mereka seperti itu tapi lantas berdiam diri saja? Seperti saya yang hanya menonton, merasa miris, sedih, speechless, tapi akhirnya tak berbuat apa - apa karena merasa tak dapat berbuat apa - apa. Namun yang jelas, dua bocah itu belum bisa bertanggung jawab atas diri mereka sendiri.
Saya menyadari satu hal, bahwa negeri ini bergantung pada mereka di masa depan. Mereka cikal bakal penerus dan pengisi kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan kita dengan darah mereka yang merah segar. Tapi negeri ini telah kehilangan dua orang lagi penerus di masa depan. Mungkin akan masih banyak lagi kehilangan, meski banyak juga yang tidak seperti dua bocah lelaki itu.
Di lain sisi, kebanyakan kita tetap saja merupakan manusia individualis yang menutup mata dan telinga demi mencari aman dan nyaman sendiri.
Komentar
Posting Komentar