Langsung ke konten utama

Masih Mimpi

Saya percaya bahwa Indonesia adalah negara paling kaya di dunia. Saya pikir semua orang yang cerdik juga tahu itu. Indonesia memang kaya, sumber daya alamnya, pesonanya, kulturnya, sejarahnya, manusianya, hingga HUTANG-nya, dari sabang sampai merauke siapa yang berani menyangkal itu?? Saya begitu bangga dengan kekayaan yang dimiliki negeri ini. Saya cinta Indonesia.


Di satu malam saya menonton satu acara talkshow, Arswendo Atmowiloto berbincang-bincang dengan Bob Sadino. Saya cukup terenyah, berpikir ulang, dan akhirnya sedih saat Bob Sadino yang "gila" itu menyatakan kalau Indonesia ini adalah negara miskin. Wow..oh,okay....

Kekayaan Indonesia masih sebatas mimpi. Kenapa? karena belum sepenuhnya ter-explore oleh sumber daya - sumber daya manusianya. Saat kualitas sumber daya manusia yang kita miliki masih rendah, maka kekayaan yang negeri kita miliki ini masih sebatas impian. Kita memang kaya secara potensial, sangat kaya malah. Namun kita tidak cerdik dalam mengolah harta yang kita miliki itu. Sejatinya warga Indonesia asli lah yang paling berhak menikmati kekayaan itu. Namun kita malah semakin terpuruk di tanah kelahiran sendiri. Saat pemegang kuasa yang menamai dirinya pelindung rakyat di negeri ini menjadi boneka yang mudah diperdaya oleh para pemilik tangan panjang yang hanya ingin memperkaya dirinya sendiri. Dan kita tidak cukup pintar untuk bisa menolak uang ratusan juta untuk kekayaan yang bisa memberi kita lebih dari sekedar uang. 

Saya pikir, Bob Sadino betul. Kita semua masih bermimpi memiliki negara yang kaya saat pemikiran kita sendiri masih sangat miskin. Indonesia negara kaya? Betul, namun hanya sekedar potensi saja. Kenyataannya, kita masih jauh dari kaya selama kita tidak tahu bagaimana menjaga dan mengolah kekayaan itu dengan cerdas dan cermat. 

Cuap-cuap saja memang percuma. Namun, satu raga yang bergerak tidaklah cukup jua. Kita butuh menghidupkan, merealisasikan kembali semboyan Bhineka Tunggal Ika untuk melindungi apa yang seharusnya menjadi hak kita, hak anak-cucu kita kelak. 

Komentar

  1. wahhh lumayan berat nih topiknya
    tapi emang perlu buat nyadarin kita supaya gak dibawah kuasa asing terus
    Semangat Indonesia :DDDD

    BalasHapus
  2. Iya nih, harus semangat...tapi lebih sering loyonya di banding semangat =D

    BalasHapus
  3. bener sih, sejak dulu Indonesia memang banyak potensi alam tapi tidak bisa dimanfaatkan dg baik

    BalasHapus
  4. setuju2 aja sih,
    tapi tetep, everything needs process.
    gak bisa duor langsung kaya mendadak juga dong ca, menang lotre itu mah.
    amerika serikat aja butuh 350 tahun buat bisa jadi kaya sekarang, setelah melewati berbagai konflik yang jauh lebih kompleks dari yg kita hadapi skarang (rasis, diskriminasi, ect). indonesia umurnya masih 65 tahun ya kan?
    sabar aja, makin dewasa indonesia pasti makin pinter..

    aduh berat nih omongan hehehe x)

    BalasHapus
  5. berat banget nih topiknya ! cayo indonesia ! cayo brandon !

    BalasHapus
  6. Sang cerpenis>> betul..kurangnya pengetahuan kita

    Hans>> oiya...bener juga. hahaha. yah, hanya mengingatkan saja. jangan samapai kita jadi telat pinternya. negara lain udah lebih pinter lagi dari kita.

    Wuri>> loh, iki piye toh Brandon??

    BalasHapus
  7. Beuuh, topiknya berat :p

    Ya, emang kenyataannya dari dulu begitu.
    Mereka semua sudah tau kalau kita memiliki sumber daya alam yang berlimpah, namun sumber daya manusianya saja yang kurang. Padahal sudah tau kalau SDM kita masih rendah, kenapa kita tidak melakukan perubahan untuk meningkatkan SDM kita?

    Mungkin faktor malas kali ya, saya juga begitu :p hahaha.

    Hidup Indonesia! :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.