Langsung ke konten utama

Memori Kebencian

Luka itu kembali terbuka tepat ketika orang-orang di kanan kiriku tertawa puas akan rencana busuk yang mereka canangkan. Pintu memori yang selama ini kucoba tutup rapat-rapat membuka perlahan, memperlihatkan luka, kebencian, dan dendam yang nyatanya masih membara. Pintu itu memperlihatkan gambaran peristiwa paling menyebalkan tiga tahun lalu.


Sahabat saya berlari berurai air mata, ketika matahari mulai turun. Saya tidak ada disisinya saat itu, she's been punked. Dikerjai tanpa hormat. Dikerjai dengan cara menjijikan oleh sekomplotan orang yang menganggap dirinya adalah tetua dari kami anak baru, dan salah seorangnya adalah pasangan saya waktu itu. Sahabat saya dihina dan dicaci, direndahkan, diperintah pergi ke sana ke sini untuk sesuatu yang fiktif. Mengurus perizinan yang fiktif. Dan saya tidak ada disisinya. Saya tidak ada untuk melindunginya. 
Kami (saya) dipanggang dalam bara api kebencian, itulah yang sesungguhnya mereka tanamkan dalam diri kami ketika kami dipanggang, ditahan dalam sebuah ruang kecil, sumpek, dan dingin yang disebut tempat berkumpulnya anak himpunan. Diberondoli pertanyaan yang terus diulang, kami tetap bergeming. Kata-kata memuakan mereka mencekik kami. Di hadapan kami, mereka tunjukan seolah-olah mereka yang paling punya kuasa, seolah mereka yang paling benar, di belakang kami mereka tertawa puas melihat ketakberdayaan kami. Mereka sebut itu dengan kebodohan. Sesungguhnya, mereka telah menanamkan kedengkian di hati kami, yang tidak akan pernah hilang oleh waktu. Tidak akan pernah.
-----------------------------------------------------
Dan aku sedih, melihat bayangan tiga tahun lalu itu, di mata orang yang paling aku kasihi sekarang. Yang ikut tertawa akan rencana busuk itu. Aku diam. Lesu. Oh, tidak, rasa benci dan marah itu datang kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.

Si Kembar Lahir

Ada empat orang bapak menunggu istrinya yang sedang melahirkan. Keluarlah suster dan memberi selamat kepada Bapak yang pertama.  Suster    : Selamat, anak Bapak kembar! Bapak 1 : Kebetulan saya kerja di PT. Kacang Dua Kelinci Kemudian Suster menghampiri Bapak yang kedua Suster   : Selamat, anak Bapak kembar tiga! Bapak 2 : Oh, ngga heran, saya kan kerja di PT. Tiga Roda. Berikutnya Suster menyampaikan kebahagiaan kepada Bapak yang ketiga Suster   : Selamat, anak Bapak kembar tujuh! Bapak 3 : Ah, pasti dong, saya kan kerja di PT. Bintang Tujuh Tiba-tiba Bapak yang keempat jatuh pingsan. Ternyata dia tidak dapat membayangkan jumlah anaknya, karena dia anggota Densus 88!! Sumber: Tidak diketahui dengan jelas.