Langsung ke konten utama

Somewhere only Me...Know

Saya ada masalah dengan gigi. Itu sebabnya saya duduk di ruang tunggu poliklinik gigi. Sebelumnya saya sudah foto rontgen yang menunjukan 3 gigi graham harus di cabut karena berlubang dan satu gigi lagi yang baru mau tumbuh harus dioperasi karena posisinya yang miring. Jadi, akarnya itu tumbuh ke samping bukannya ke bawah. Ngga ngerti juga kenapa. Saya fobia sama dokter gigi, oleh sebab itu saya ngga pernah ke dokter gigi buat ngobatin gigi saya yang berlubang waktu saya kelas dua SMA. Tapi gara-gara nyeri yang luar biasa pas bulan puasa kemarin, saya mengumpulkan keberanian untuk pergi ke dokter gigi.



Tapi postingan saya kali ini bukan tentang gigi. Saya duduk di kursi ruang tunggu dengan gelisah. berdiri, duduk, berdiri, duduk, liat atap, tengok kanan kiri. Bukan bukan. Saya bukan ketakutan karena harus masuk ruang dokter gigi, tapi perasaan saya memang sedang tak menentu. Ada ketidakpuasan dan kekhawatiran yang mengendap dan tak pernah bisa saya jelaskan di sana. 

"Kamu tahu, di serial Smallville ada yang namanya fortress of solitude." ujar saya pada Comro. 
"Apa itu?" tanyanya. 
"Benteng kesendirian." jawab saya. 
"Ah, kamu ini kebanyakan nonton film." timpalnya.

Ouch. It's hurt, but it's true. Bener juga kata Comro. Saya kebanyakan nonton film. But, what I'm trying to say here is...I'm lonely. Saya lelah dan saya ingin istirahat. Saya ingin punya satu tempat untuk menenangkan batin. Membebaskan diri dari semua yang terasa mengekang, lari jauh dari segala kekhawatiran yang saya rasakan. Saya ingin melemaskan hati dan pikiran, melemahkan diri dari pukulan-pukulan dalam dada saya, menutup telinga dari teriakan-teriakan yang entah darimana asalnya. Saya ingin di satu tempat saya merasa bahagia dan tidak khawatir. 

Ada beban yang menggelayut dipundak. 
Butuh tempat bersandar yang nyaman.
Menghela nafas tanpa ada yang mendelikkan matanya. Tanpa ada yang menganggap bahwa saya mengeluh.
Saya hanya ingin istirahat. Sejenak saja.
In a place, where no one can see me. no one can hear me, and no one can find me.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.

Si Kembar Lahir

Ada empat orang bapak menunggu istrinya yang sedang melahirkan. Keluarlah suster dan memberi selamat kepada Bapak yang pertama.  Suster    : Selamat, anak Bapak kembar! Bapak 1 : Kebetulan saya kerja di PT. Kacang Dua Kelinci Kemudian Suster menghampiri Bapak yang kedua Suster   : Selamat, anak Bapak kembar tiga! Bapak 2 : Oh, ngga heran, saya kan kerja di PT. Tiga Roda. Berikutnya Suster menyampaikan kebahagiaan kepada Bapak yang ketiga Suster   : Selamat, anak Bapak kembar tujuh! Bapak 3 : Ah, pasti dong, saya kan kerja di PT. Bintang Tujuh Tiba-tiba Bapak yang keempat jatuh pingsan. Ternyata dia tidak dapat membayangkan jumlah anaknya, karena dia anggota Densus 88!! Sumber: Tidak diketahui dengan jelas.