Aku ingin berkata, ‘ya, aku baik-baik saja. Bahagia.’ dengan lantang kepada mata-mata yang menatapku penuh tanya. Mereka tak mengucap tanya, tetapi mata mereka mengintrogasi. Sungguh aku ingin berkata lantang seperti itu, hanya saja itu akan melanggar janjiku yang tak akan pernah berbohong lagi. Aku tersenyum perih, tapi sebenarnya siapa yang peduli? Mereka tahu ada yang tak beres denganku tapi diam saja. Bahkan orang yang menorehkan luka itu pun acuh tak acuh, mungkin ia sedang tertawa, menggeliat, menikmati angin, atau berjalan dengan rokok kebanggaan menyelip di sela jarinya. Dan aku, aku ingin sekali membuatnya remuk hancur hingga menyamai sakit yang aku derita hingga ia berlutut menangis memohon maaf juga ampun. Sungguh pendendam. Sungguh pemarah. Orang sepertiku sangat pantas ditusuk dengan galah yang diruncingkan ujungnya. Perlahan dan menyakitkan menuju kematian. Agar dia, orang yang menorehkan luka itu, dapat terlengkapi kebahagiannya dengan darah dan nyawa yang terbang. ...