Langsung ke konten utama

Rasa yang Membuncah

KEPADA SIAPA

Kepada siapa beban kurebahkan
tidur sejenak disela hati yang kelelahan
dalam suara bergetaran
akan sampaikah keluh kucurahkan


terhanyut dalam pekat kalbu kelam
di sana lah cinta itu padam


setan pun berpesta pora
merayakan dengki yang membara




HABIS KATA

Kata berjingkrak
di udara ia bergeliat
lalu hangus tak berkerak
terbakar diam, kata melarat




KEPADA PRIA YANG DIAM

Kepada pria yang diam
beralaskan bingung
serta merta kau padam
oleh kata-kata yang mendengung
membiru cahaya pandangmu
menjeratku ke dalam mimpi
nyatanya itu jebakan yang kau ramu
untuk menghantarku ke alam sepi




TENTANG-MU

Tengadah ke langit merah
senja berkerlap-kerlip
memudar perlahan di ufuk sana
Kau turunkan sepi dalam gelap malam
rindu datang kepagian
Kau cipta ruang kosong
penyebab rasa kehilangan
Kau datangkan pagi 
membesut secercah harapan
Kau jadikan diriMu kebutuhan
agar aku takluk mencariMu
mengecap saripati ilmu yang Kau sebarkan
Menundukkanku tertegun dalam diam




Meinanda, 
Sudut Sepi, 4-12-10

Komentar

  1. Ku suka bahasamu sahabat,,,

    Walau tak bernada, Diam adalah harmoni hening yg membuncah penuh makna, Hmmmmm :)

    BalasHapus
  2. rangkaiann kata-kata yang sederhana dan dari kesederhanaan itu kata-kata tersebut mempunyai jiwa,hidup,pergolakan bathin begitu kuat terasa,nice.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.