Semenjak punya alat-alat kopi, meski belum seberapa, saya jadi hobi bikin kopi sendiri bahkan bereksperimen. Biasanya saya menikmati kopi di luar rumah, baik di coffee shop maupun di warung-warung kopi lokal tradisional. Hari ini seperti biasa, saya dan Bapak ngumpul di ruang nonton buat nonton Persib vs Pelita Jaya yang disiarkan langsung di televisi. Sore cerah yang berangin sambil nonton bola bareng Bapak rasanya tidak enak jika tidak dilengkapi gorengan. Maka pergilah saya naik sepeda buat beli pisang goreng, lobi-lobi, dan hui (ubi) goreng. Sepulangnya ke rumah, masih ada yang tidak lengkap. Gorengan tanpa kopi? rasanya seperti sayur tanpa garam. Berhubung Mama lagi pergi arisan, membandel lah kami, saya menyeduh secangkir kopi. Kopi tubruk untuk saya dan kopi susu untuk Bapa. Sebetulnya kami berdua tidak diperkenankan minum kopi, apalagi kalau sering-sering. Bapa punya batu ginjal, sedangkan saya memang ada masalah sama jantung karena mama mengidap penyakit yang sama. Itulah sebabnya saya tidak mengkonsumsi kopi robusta murni. Saya lebih memilih arabica yang kandungan kafeinnya cenderung lebih sedikit dari robusta sehingga tidak membuat jantung saya berdebar hingga mengeluarkan keringat dingin. Robusta biasanya saya konsumsi dengan dicampur arabica, tentu perbandingannya: robusta lebih sedikit dari arabica. Misal, 1 1/2 sendok teh arabica dan 1/2 sendok teh robusta atau 2 sendok teh arabica dan 1 sendok robusta, biar sedikit meredam rasa asam dari arabica saja.
Di rumah saya punya dua merek kopi Bandung. Keduanya merupakan pelopor perkopian di Bandung, Kopi Aroma (Arabica dan Robusta) dan Kopi Malabar (Arabica dan Robusta). Sebetulnya di Bandung sendiri ada 3 pelopor perkopian, kopi Aroma namanya sudah sangat di kenal, pabrik dan tokonya terletak di Jl. Banceuy. Ada dua kopi lagi yang kalah populer dibandingkan Aroma, tetapi kenikmatannya tak jauh berbeda. Masing-masing kekhasan rasa tersendiri. Dua kopi yang kalah populer yaitu kopi Javaco dan kopi Malabar. Javaco terletak di Jl. Kebon Jati, kopi Javaco ini menjadi kopi favorit mantan walikota bandung periode 1993-1998, Alm. H. Wahyu Hamidjadja. Sedangkan kopi Malabar terletak di Jl. Gardujati, letaknya bersebrangan dengan SMA 4 Bandung. Tempatnya seperti rumah biasa dengan jendela besar terbuka. Kalau mau beli kopi ini, harus ketuk pintunya. Kata sang pemilik sih, biar ngga berdebu jadi tidak dibuat seperti toko karena kopi Malabar ini memang terletak di pinggir jalan yang arus lalu lintasnya cukup padat. Parkir saja, harus di atas trotoar. Dan so far, di antara ketiganya, sampai sekarang saya masih lebih suka kopi Javaco.
Kali ini saya akan menggunakan dua kopi ini. Kopi susu untuk Bapak, blend dari 1 1/2 sendok teh arabica Aroma dan 1/2 sendok teh robusta Malabar dicampur 3 sendok teh susu kental manis.
Kopi Tubruk a la saya dan Kopi susu Vietnam Drip untuk sang Ayah tercinta... Kopi tubruk untuk saya komposisinya 2 sendok teh arabica Aroma dan satu sendok teh gula pasir. Biasanya saya lebih suka pake gula aren, tapi karena berhubung males motong gula aren yang disimpen di kulkas dan juga karena pertandingan Persib vs Pelita Jaya sudah berjalan.
pake susu kental manis untuk Vietnamese Coffee
Hasil akhir untuk kopi tubruk saya. Mencoba untuk membuat crema kopi, namun belum begitu sempurna. Tapi lumayan lah...
Nonton dan Ngopi bareng Bapa, nikmatnya tidak bisa terungkapkan. Sore itu pertandingan dimenangkan oleh Persib dengan skor tipis 1-0 atas Pelita Jaya. Kami berdua masih geleng-geleng kepala, kesal melihat permainan Persib yang tidak enak ditonton. Masih saja carut marut.
Rekomendasi, kopi makassar ato kopi Palembang...mantap..( buat yg suka lho )...aku lebih nyaman teh soalnya..heheheheh...teh tongji ( halah iklan )..enak tenan...
BalasHapusadit>> kopi palembang yang Semendo saya udah pernah coba.. ;p thanks ya buat rekomendasinya...
BalasHapustapi pahit!..Kopi Palembang...kalo Umy datang ke jogja pasti bawa, ya tak sebar ke teman yg mau..hehhee
BalasHapusperbedaan rasa kopi javaco sama kopi aroma apa ya?
BalasHapus