Langsung ke konten utama

Perjalanan Panjang

Kemarin di hari ke dua bulan Pebruari, beberapa teman-teman seperjuangan saya mengakhiri perjuangan selama 4 tahun berkuliah dengan kemenangan manis. Yah, mereka resmi melepas embel-embel status kemahasiswaan mereka menjadi Sarjana Sastra dan pengangguran sementara waktu. Fresh graduated. Mereka adalah pemenang, memerangi kemalasan, meraih target yang sudah ditetapkan. Selamat kepada rekan-rekan sejurusan Literatur: ValentineKikip, Cicha, dan rekan seangkatan saya yang lain Novi Ultahayani, congratulation to you guys...akhirnya kalian melambaikan tangan keluar Sastra Unpad Jatinangor.


Lantas nasib saya?? Well, target saya sedikit meleset. Kalah tempur memerangi kemalasan. Akibatnya dua hari saya diomeli sang Ibu. Hingga membuat saya terus merenung semalaman. Oke, akhir-akhir ini saya semakin dirong-rong pemikiran picik seperti, saya sudah tidak bersemangat lagi melanjutkan skripsi karena saya merasa apa yang saya raih setelah itu tidak akan terpakai. Belakangan saya coba memasarkan kain-kain tenun tradisional lurik, lalu melakukan eksperimen juga survey ini itu demi merintis usaha impian saya nantinya: Kedai Kopi tradisional. Sebuah kedai tanpa wi-fi sebagaimana yang menjamur di masa sekarang. Kedai kopi yang kembali membawa kesahajaan budaya serta kearifan lokal. Di mana kita ngopi sambil ngobrol dan bersosialisasi dengan sosok-sosok di dunia nyata, bukan maya. Dengan orang yang tak di kenal, ngobrol ngaler ngidul khas warung kopi. Saling membuka paradigma dunia baru. Belakangan, saya terobsesi akan hal itu sehingga melalaikan prioritas utama saya. Semangat saya menuntaskan "pekerjaan rumah", luntur seketika. Saya terlena oleh ambisi yang tak terkontrol emosi. 

Dua hari yang penuh ceramah dari wanita yang melahirkan saya dengan peluh-peluh keringat dan perjuangan hidup mati, membuat saya kembali tersadar akan sesuatu hal. Sekolah saya, skripsi saya, kelulusan saya, tidak hanya melulu tentang saya. Ini juga tentang mereka yang turut membanting tulang agar saya bisa meraih tiang tertinggi dalam pendidikan. Ini tentang sebuah "balas budi" yang tak seberapa jika dibandingkan pengorbanan mereka pontang-panting dalam hidup. Ini untuk menghadirkan senyuman di sela wajah-wajah lelah setelah mencari uang, dan senyum untuk relaksasi kulit yang semakin keriput kian hari. Ini untuk mereka yang perjuangannya tidak akan pernah kita mengerti. 

Saya kembali tersadarkan. Sekarang saya kembali pada jalan utama yang belum saya tuntaskan. Saya sudah lama puasa gelar. Ini bukan yang terakhir untuk Ibu dan Bapa, ini adalah awal untuk sederet keberhasilan saya yang berikutnya.      

Komentar

  1. AMIIIIN. touchy ca!
    yah, udah selesai ya,
    berarti gak bisa ketemu dong kita ntar.
    ckckck. btw, congrats ya!
    hope life will be nice for you!
    go go, cari kerjaan.
    :)

    BalasHapus
  2. hahaha...belum beres Hans.
    pertengahan tahun ini aku baru beres. yang beres itu, temen-temen aku. Masih bisa ketemu lah, kan aku tinggal di bandung...

    BalasHapus
  3. hadapi masa depan dengan senyuman dan usaha yang keras semoga apa yang dicita-citakan tercapai.. amin.. eh.. tinggal di bandung yah?? sama atuh, saya di riung bandung.

    BalasHapus
  4. beeMountain>> AMIIIIIN!!

    Riung Bandung mah, lumayan searah atuh sama saya....saya di Logam, Margacinta..

    BalasHapus
  5. Halo, salam kenal ya :)
    Kamu anak Sastra? Waah kalau saya malah (sampai sekarang) pengin banget kuliah di Sastra, tapi berhubung sekarang sudah terjebak di jurusan yang salah dan kurang sedikit lagi lulus, mau nggak mau harus dituntaskan.
    Ayo sama-sama semangat!

    BalasHapus
  6. Nariswari: wah wah, sama saya juga sedikit lagi menuju ke kelulusan. hehehe...kamu kuliah dimana emang? jurusan apa?

    BalasHapus
  7. Haha.. Mirip pengalaman Gw pas nganggur dan pengen dapet kerja. Akhirnya Gw tulis deh jadi buku gokil. Kalau mau gratisannya cek sini ajah:

    http://boedjang-lapoek-mentjari-tjinta.blogspot.com/

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Hari Ini, Hari Chairil Anwar: Mengenang Sang Pujangga Nakal

Bolehlah saya mengatakan kalau Chairil Anwar adalah penyair paling mencolok, paling mahsyur di Indonesia. Gaung namanya tak lekang oleh waktu. Tak perduli kamu suka sastra atau tidak, nama Chairil Anwar pasti pernah mendarat di telingamu. Salah satu puisinya pernah kamu baca, meski sebatas di buku pelajaran SMP/SMA. Iya 'kan? Baca Selengkapnya >>

2:29 am WIB : INSOMNIA

Insomnia adalah gejala [1] kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun. Insomnia sering disebabkan oleh adanya suatu penyakit atau akibat adanya permasalahan psikologis. Dalam hal ini, bantuan medis atau psikologis akan diperlukan. Salah satu terapi psikologis yang efektif menangani insomnia adalah terapi kognitif. [2] Dalam terapi tersebut, seorang pasien diajari untuk memperbaiki kebiasaan tidur dan menghilangkan asumsi yang kontra-produktif mengenai tidur. (Wikipedia) Saya tertidur pukul 21.30-an WIB dan terbangun pukul 23.00-an WIB. Sejak saat itu hingga sekarang saya belum bisa kembali tidur. Mata saya bahkan segar meski tubuh terasa lelah. Otak saya berputar - putar. Jelas, ini bukan kali pertama saya insomnia. Kesulitan tidur sudah menjadi teman akrab, atau bahkan bisa dibilang kebiasaan? mungkin.