Langsung ke konten utama

Sore, Enam Belas Maret Dua Ribu Sebelas

Kemarin, ketika aku merasa semakin dekat dengan dunia nyata,
langit begitu indah. warna birunya berpadu dengan awan kelabu dan semburat jingga,
menaungi lampu kota yang remang menyinari antrian padat kendaraan di jalanan basah ibu kota.
Ohhhh.... terasa begitu romantis, tetapi hampa.

-senjana jingga-

Komentar

  1. selalu aku ndak ngerti bahasa yg puitis..heheheh..ya maklum lah, isinya otak cuma gunung!...dan kasur...hehehhee

    BalasHapus
  2. romantis ya,
    tapi kalo jomblo ky aku tetep aja hampa ca.
    :( nasib nasib

    BalasHapus
  3. adit>> kalau yang udah bakat,gunung malah mentransfer energi keromantisan. hahaha

    Hans>>ah..yang ngga jomblo juga tetep aja terasa hampa, hans...

    BalasHapus
  4. ew..malah ga romantis aku....oh ya OOT: thx ya dah confirm pesbuk...:)

    BalasHapus
  5. adit>> wah, berarti mas memang ngga berbakat di bidang keromantikan nya aja...hehehe. iya, mas, sama-sama. makasih juga uda add...ajak-ajak dong mas, kalau berpetualang. aku mau belajar, masih newbie. hahaha

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.