Langsung ke konten utama

Menikmati Keheningan di dalam Teko

Ini kali kedua saya menginjakkan kaki di teko. Tempat ini masih sama sepinya dengan dulu-dulu, tiap saya berkunjung, tak ada pengunjung lain dan tiap kali saya berkunjung, selalu saja cuma ada uang pas-pas an di dalam dompet. Tempat ini terletak di Jl. Neglasari, kawasan Ciumbuleuit (hayooo...yang bukan orang sunda pasti belibet ngomongnya. heuheu), memang agak terpencil tempatnya. Saya tidak tahu kapan waktu ramai dari tempat ini ya? Yah...terserah, saya suka tempat ini tetap hening. Speciality di tempat ini memang minuman teh, berbagai jenis teh ditawarkan dalam daftar menu dan dihidangkan dengan gelas unik dan teko. Enak. Makanannya ada kue-kue belanda dan lainnya. Pertama kali saya ke sini, bersama sepupu dan si comro, kami memesan teh jasmine. Tapi ini kali bersama si comro, saya pengen ngopi.

Sama seperti teh, kopi hitam yang kami pesan disajikan dalam teko, beserta dua cangkir mungil dan pelengkap susu dan gula cair. Hening, tenang, dan kopi, menemani kami bercanda dan ngobrol ngaler ngidul tentang rumah idaman, dan pikiran saya menerawang tentang warung kopi idaman. Saya keracunan kopi. Satu teko ini seharusnya untuk dinikmati 3-4 orang, sedangkan ini hanya oleh 2 orang. Berkali-kali saya isi lagi cangkir mungil dengan kopi dicampur kadang gula, kadang susu, atau keduanya. 1,2,3... tapi kopi di teko ngga habis-habis. Lama-lama jantung saya bisa meledak. haha. Menyisakan masih lumayan kopi di teko, senja yang sudah hilang ditelan gelap memaksa kami untuk segera beranjak. Dompet makin tipis setelah mengeluarkan Rp. 28.000,- untuk seporsi kopi dan kentang goreng. Rasa kopinya sih biasa saja, yah...bukankah semanis apapun kopi yang kamu buat, tetaplah kopi. Sisi pahitnya tak dapat disembunyikan, begitu? Selalu saja yang bikin enak ngopi itu adalah suasana penunjangnya, baik bersama sahabat, pacar, keluarga, ataupun sendiri, kopi akan tetap sama rasanya namun berbeda kenikmatannya. Hahaha...sok sok-an berfilosofis. Di senja hari ini saya menyadari jelas satu hal, saya adalah si pengangguran yang bokek dan narsis.
 
  

Komentar

  1. bercanda dan ngobrol ngaler ngidul <<--- hayo..ngalor ngidul yang sunda pasti belibet...hueheueheuehue

    BalasHapus
  2. Eh, daerah ciumbuleuit sebelah mananya tuh? Kayaknya recomended... Dari apartemen ke sebelah mana?

    BalasHapus
  3. kayanya nyaman banget ya ca, jadi pengen.
    di makassar nggak ada yang begituan. makanya aku kangen banget sama bandung. agustus ini aku balik ke bandung, yes yes!
    :D
    nothing wrong with pengangguran narsis ca, hehe

    BalasHapus
  4. @Mas Adit: yang belibet itu kalau ngolor ngidul, mas...wkwkwkwkwk

    BalasHapus
  5. @Rhein: tempatnya aga nyempil sih...dari apartemen masih ke atas terus, setelah kampus unpar. terus belok kiri di Jl.Neglasari. belokannya ada gapura merah-putih gitu.

    BalasHapus
  6. @Hans: agustus balik ke bandung?? pindah ke IPDN nangor,hans??

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.