Lelah lalu merebah. Bersama ayah, pulang kerja lembur saya menikmati secangkir kopi agar lebih relax. Kebetulan saya kecipratan rezeki. Abang ipar saya rela berbagi setengah kopi luwak yang dikirim temannya dari Medan. Paling nikmat menikmati kopi bersama ayah sembari ngobrol ngaler ngidul, bercengkrama.
Ini kali pertama saya meneguk kopi termahal di dunia itu. Saya tahu, kopi luwak berasal dari biji-biji kopi yang dipilih langsung oleh luwak, lalu setelah melalui proses fermentasi alami dalam perut luwak, biji - biji kopi keluar melalui fesesnya. Saat meneguk memang terbayang dari mana kopi luwak itu berasal tetapi rasa lembut yang mengalir di lidah menuju kerongkongan diiringi aroma sedap di rongga mulut membuat bayangan itu menjadi tak menjijikan. Kopi luwak tetap saja enak. Tekstur lembut kopinya, tidak begitu pahit ataupun asam. Lembut dan bersahabat. Meski aftertaste-nya memang terasa ada bercak asam. It's true, kopi ini memang enak.
Beberapa waktu lalu, seorang sobat saya pulang dari Jerman, dengan kebaikan hatinya yang tulus dia membawakan saya Ibrik. Ibrik merupakan tempat seduh kopi untuk sajian kopi khas turki. Terbuat dari kuningan. Sudah lama saya menginginkan Ibrik, sempat nitip sama kakak ipar saya yang pulang kampung ke negeri Paman Sam, tapi tak menemukan di sana. Berhubung di Jerman banyak imigran Turki, maka mudah menemukan Ibrik ini. Dengan alat inilah saya mempresentasikan kopi luwak di hadapan ayah saya. He loves it. Mudah-mudahan ngga nagih, males juga kalau harus bikin tiap hari. Hahaha... pengennya ini kopi saya awet-awet.
Kopi yang katanya dapat membuat orang melek, tak berpengaruh terhadap saya. Meski saya meneguk kopi, rasa kantuk tetap menghampiri. Pun begitu dengan ayah saya yang kini sudah lelap tertidur di kamarnya. Kopi membuat pikiran dan badan saya lebih ringan. Saya harus tidur sekarang.
Ini kali pertama saya meneguk kopi termahal di dunia itu. Saya tahu, kopi luwak berasal dari biji-biji kopi yang dipilih langsung oleh luwak, lalu setelah melalui proses fermentasi alami dalam perut luwak, biji - biji kopi keluar melalui fesesnya. Saat meneguk memang terbayang dari mana kopi luwak itu berasal tetapi rasa lembut yang mengalir di lidah menuju kerongkongan diiringi aroma sedap di rongga mulut membuat bayangan itu menjadi tak menjijikan. Kopi luwak tetap saja enak. Tekstur lembut kopinya, tidak begitu pahit ataupun asam. Lembut dan bersahabat. Meski aftertaste-nya memang terasa ada bercak asam. It's true, kopi ini memang enak.
Beberapa waktu lalu, seorang sobat saya pulang dari Jerman, dengan kebaikan hatinya yang tulus dia membawakan saya Ibrik. Ibrik merupakan tempat seduh kopi untuk sajian kopi khas turki. Terbuat dari kuningan. Sudah lama saya menginginkan Ibrik, sempat nitip sama kakak ipar saya yang pulang kampung ke negeri Paman Sam, tapi tak menemukan di sana. Berhubung di Jerman banyak imigran Turki, maka mudah menemukan Ibrik ini. Dengan alat inilah saya mempresentasikan kopi luwak di hadapan ayah saya. He loves it. Mudah-mudahan ngga nagih, males juga kalau harus bikin tiap hari. Hahaha... pengennya ini kopi saya awet-awet.
Kopi yang katanya dapat membuat orang melek, tak berpengaruh terhadap saya. Meski saya meneguk kopi, rasa kantuk tetap menghampiri. Pun begitu dengan ayah saya yang kini sudah lelap tertidur di kamarnya. Kopi membuat pikiran dan badan saya lebih ringan. Saya harus tidur sekarang.
Kopi Luwak with Turkish serving style
uploaded via BlackBerry
hadeuh..geus dipake tah ibrik nya..asoy... :p
BalasHapussudah pernah coba kopi luwak bandung? rasanya mantab gan lembut di tenggorokan
BalasHapus