Waktu itu kami berencana pergi menggunakan angkot “gelap” ke Pangalengan yang biasa mangkal di Leuwi Panjang. Biasanya mereka mau mengantar sampai ke tempat tujuan dengan harga yang bisa di nego. Malangnya, kita tidak menemukan si angkot “gelap” itu. Jadi kita kebingungan mau naik apa ke Pangalengan, kalau naik bis ke Pangalengan pasti lama ngetem. Akhirnya kita naik angkot ke arah Tegalega dan dari sana naik elf (sejenis mini-bus) ke
Pangalengan. Ternyata eh, ternyata naik elf sangat tersiksa. Tersiksa tapi menyenangkan juga. Warning naik elf: dilarang berisik kalau ngga mau di pelototin sama penumpang lainnya (baca: kakek – kakek aneh). Soalnya saat kita naik elf (secara kita cewek ber-4, cerewet nan rusuh) setiap kita ngobrol dan tertawa, kakek – kakek yang duduk di depan kita langsung menoleh dan melotot layak kedua matanya hampir keluar dari rongga mata. Rese banget lah, ngga boleh banget kita seneng, kaya dia ngga pernah muda aja! Belum lagi kalau naik elf, ngga pernah berhenti menaikkan penumpang meski kita yang di dalam mobil udah ngga bisa nafas dan siap – siap lah kalian kalau mau naik elf harus rela satu mobil dengan ayam – ayam hidup, berbagai hasil bumi, dan supir elf yang punya keinginan terpendam sebagai pembalap. Whew!
Setelah perjalanan cukup panjang, sekitar 2 jam (gara
– gara ngetem mulu!), kita sampai di Pangalengan dan turun di pom bensin yang...ehm, butut. Kita nunggu jemputan di situ, soalnya kita bakal numpang nginep di rumah tantenya si juki. Kita rombongan naik motor (satu motor bertiga) menuju desa Rancamanyar dan pemandangan kebun teh di kanan kiri jalan sungguh memanjakan mata belum lagi hembusan udara sejuk Pangalengan dan aroma pedesaan sudah seperti aromatherapy bagi orang – orang yang penat dari kehidupan sibuk perkotaan maupun stressnya dunia perkuliahan.
Setelah meluruskan kaki dan mengisi perut, kita jalan – jalan mengunjungi kandang sapi dan berkeliling desa, naik ke kebun teh, metik strawberry, dan mengunjungi kebun bunga yang tidak jauh dari rumah. Cuma sayang bunganya masih pada kuncup. Sekitar jam 3 sore, dua kawan saya, Juki dan Tania, mencoba memerah susu sapi yang ternyata tidak semudah yang terlihat. Susu sapi itu keras banget ternyata, peret, memerahnya membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Setelah terkumpul dua liter susu, kita bersama – sama menyetor ke Koperasi KPBS yang ada di desa, tidak lupa sebagian susu dipisah untuk kita minum. Semua penduduk desa juga menyetorkan hasil perahannya. What I like about desa is semua warganya kenal dekat satu sama lain, sangat terasa suasana kekeluargaannya.
Jam 4 subuh, saking niatnya, kita bangun buat merah susu sapi lagi.
Terus nganter ke Koperasi KPBS lagi, tapi Nia ngga ikutan. Malah kerubunan kaya kura – kura. Jam setengah 6 kita paksa Nia bangun terus kita hiking ke kebun teh buat lihat sunrise. Oooooohhhhhhhhhhhhhh...........................
Indahnya alam Indonesia. Nia si kura - kura ------------------->


Indahnya alam Indonesia. Nia si kura - kura ------------------->
Turun dari kebun teh, Tania semakin menjadi – jadi masuk angin.
Perutnya kembung, kasihan...tapi sakit ngga pernah kerasa kalau kita sudah berhadapan dengan mata kamera. Setelah mandi kita berjemur di depan rumah, ugh, enak banget. Tengah hari, sebelum kita pulang, kita menyempatkan untuk foto – foto di helipad. Helipad? Yep, di desa juga ada tempat buat helikopter mendarat, letaknya di atas bukit dekat sebuah Pabrik -entah apa- yang jelas pabrik itu mengepulkan asap tebal ke alam yang indah.
Tak dinyana, kita berjodoh dengan sang elf. Pulang nya kita ternyata naik mobil elf yang sama dengan pas kita pergi. Mobil, sopir, dan keneknya sama. Hahahhaha...untung ngga ada kakek – kakek yang rese lagi. Tidak lupa, tentunya kita menyempatkan belanja permen susu dan dodol dulu sebelum pulang. Hohohoho...
P.S : Thank you, Juk! Girls, masa acara nge-Bolang kita cuma sampai sini?!!!
geus teu aneh euy
BalasHapus