Langsung ke konten utama

TIDAK MAU

TIDAK MAU!
Haruskah saya berteriak agar mereka dengar? Dengar, saya tidak mau. sudah. Tak perlu tanyakan apa sebabmusababnya. Kenapa kalian tak henti mendesak. Kenapa kata "Tidak" adalah tabu dalam budaya kita?


Tidakkah boleh orang berkata tidak? tidak kah boleh orang memiliki alasan sendiri yang terkadang tak ingin dibagi? Kata tidak selalu berarti miring di banyak telinga orang - orang kita. Kata tidak selalu identik dengan keegoisan. Mengapa harus begitu?
Saya TIDAK MAU, saya ingin sendiri saja, saya ingin mendengar apa yang hati saya mau dan sekarang dia hanya ingin berjalan pada jalan yang berbeda. Tidak lagi seperti dulu. Saya lelah, saya ingin menyimpang, mengambil jalan - jalan yang belum pernah di lewati.
Sekali lagi tidak. Tolong dengarkan. Ibu, Ayah, Kakak, Teman,dan aku.... saya tidak mau. Mereka tak menerima jawaban tidak, menitah saya untuk berpikir ulang. Saya LELAH berpikir terus. Saya ingin berjalan begitu saja. Dalam sakit, rintih, kenyamanan ruang sendiri, mengejar temaram yang semakin menjauh. Kenapa tak mau dengar.
Bahkan dalam diri saya....Seorang AKU berkhianat, tak mau mendengar saya berkata TIDAK.

Maka pada suatu pagi hari ia ingin
sekali
menangis sambil berjalan tunduk
sepanjang lorong itu
Ia ingin pagi itu hujan turun
rintik-rintik
dan lorong sepi agar ia bisa berjalan
sendiri saja
sambil menangis dan tak ada orang
bertanya kenapa.
Ia tidak ingin menjerit-jerit
berteriak-teriak mengamuk
memecahkan cermin membakar tempat
tidur.
Ia hanya ingin menangis lirih saja
sambil berjalan sendiri
dalam hujan rintik-rintik di lorong
sepi pada suatu pagi.
(Sapardi Djoko Damono - Pada Suatu Pagi Hari)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.