Langsung ke konten utama

Cupang in Memoriam

My beloved Comro jatuh cinta pada ikan - ikan cupang. Tiap - tiap dia jalan - jalan sama saya di Bandung, sentra ikan hias di jalan Peta dekat Tegalega, tidak pernah lupa untuk disinggahi. 



Liat - liat ikan cupang, kalau ada yang oke sreg di hati ya, beli. Setiap kali online, yang dia browsing adalah forum - forum pecinta ikan cupang, seperti yang ada di kaskus. Tetapi semakin kesini, banyak prioritas yang minta didahulukan, akibatnya si cupang terlupakan. Pagi ini saya menemukan foto - foto beberapa ikan cupang peliharaan Comro di drive:D kompi saya, saya jadi teringat akan kisah malangnya. Februari lalu, Comro pindahan kamar kosan, waktu dia mindah - mindahin barang berat, cupang - cupang kesayangannya yang dia taruh di akuarium waktu itu, di jemur. Menurut info yang dia dapat, sesekali cupang perlu di jemur biar ikannya seger, ngga stress karena di kamar melulu, dan biar warnanya bagus. Sebetulnya saya ngga begitu ngerti juga perawatan yang satu ini. Well, alhasil dia jemurlah cupang - cupang tercintanya itu. Alangkah malangnya Comro saya, dia pikun. Dia lupa cupangnya lagi dijemur, hingga terik matahari pun merenggut nyawa cupang - cupangnya. Selama tiga minggu, nyaris sebulan, Comro saya berkabung. Sedih, lusuh. hiks hiks.

Ini cuma sebagian aja cupangnya, sebenernya lebih banyak dari ini, sekarang tinggal sisa dua pasca kematian masal.
yang merah cupang kesayangan saya. Namanya Popo, siripnya bagus dan saya yang beliin. Popo ikut jadi korban. hiks.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.