Langsung ke konten utama

Bandung Purba

Postingan awal juli ini berhubungan dengan postingan saya sebelumnya di bulan Oktober 2009 lalu yang berjudul Ngaleut1. Kemarin saya lihat - lihat semua foto yang pernah saya ambil ketika ikut ngaleut ke daerah gunung masigit di Citatah, Padalarang dan membuat saya tiba - tiba ingin menulis di sini. Waktu itu untuk pertama kalinya saya mengunjungi daerah Citatah melihat peninggalan pra-sejarah. Saya mengunjungi Taman Batu yang menjadi bukti bahwa dahulu kala kota Bandung (benar adanya) merupakan danau yang besar. Saya melihat fosil - fosil karang dan beberapa hewan air berusia sekitar 23 juta tahun dan saya juga untuk pertama kali memasuki gua, bernama Gua Pawon. Di gua ini saya lihat ada fosil tengkorak manusia purba. Sayang (seperti biasa) di dinding gua banyak coretan hasil tangan tak bertanggung jawab. Sangat di sayangkan juga bahwa di kawasan sejarah ini terdapat banyak penambangan batu kapur dan pabrik yang kerap mengepulkan asap hitam ke langit terik di atasnya yang dapat mengancam keberadaan situs sejarah purbakala ini. Pemandangan di kawasan ini bisa dibilang cukup indah sebetulnya, cuma panasnya aja yang ga nahan berhubung kawasan ini kan gersang. Taman Batu dan Pasir Pawon ini cukup sering juga dijadikan lokasi buat foto pre-wedding. Hahaha. Ngga kebayang gimana calon pengantin hiking pake baju pengantin....repot.





Ibu - ibu paruh baya yang ikut mengais rejeki dari memilah milih batu - batu kapur hasil penambangan. Di tengah terik matahari, ia bersabar demi bertahan hidup.







Anak - anak yang mungkin merindukan tempat bermain layak untuk mereka. 











Bukit batu kapur. Truk - truk besar kerap bergerak ke atas sana mengangkut hasil penambangan.



Kekayaan bumi terus dikuras untuk menggerakan roda perekonomian.










Taman batu. Bukti Bandung adalah danau yang kini sudah surut dan hanya meninggalkan fosil - fosil batu karang seperti ini.















Keberadaan pabrik - pabrik seperti ini dikhawatirkan akan mengancam keberadaan peninggalan sejarah.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.