Langsung ke konten utama

LIBURAN KELUARGA PERTAMA


Apa boleh dikata, Pangandaran adalah pantai yang paling dekat dan mudah dijangkau dari Bandung. Saya dan keluarga sudah tak asing dengan pantai selatan ini, kebetulan Bapak saya kelahiran Banjarsari, sehingga perjalanan ke Pangandaran bagaikan pulang kampung bagi kami. 
Desember itu, sebelum ramai libur Natal, pertama kali setelah sekian belas tahun saya liburan bersama keluarga. Bapak, Ibu, dan Teteh saya beserta suami dan anak-anaknya. Ini menjadi perjalanan istimewa, karena terasa seperti pertama kali saking sudah lamanya kami tidak pernah berlibur sama-sama. Terakhir refreshing keluarga mungkin ketika saya masih duduk di bangku SD?? 

Satu keponakan saya yang paling kecil begitu semangat. Umurnya baru 2 tahun setengah saat itu, ini akan jadi pengalaman pertama baginya melihat lautan, ombak, dan tentu saja saya akan mengenalkannya pada keindahan senja. Reaksi pertama ketika dia bermain dengan gulungan ombak adalah tertawa kegirangan, samapai akhirnya air laut itu menerjang mata dan mulutnya. Dia pun berteriak, "aaargghh,,, mata zhazha meleleh. tolong..." sembari sedikit tersedu. Tapi setelah itu, dia tau apa yang harus dilakukan. Setiap ombak datang, tangannya langsung menutup mata dan mulut. "Asiiiin...." begitu dia bilang. Dia sangat suka. Setiap lihat pantai di foto atau televisi, ia pun menyebutnya Pangandaran. 

Pangandaran tetaplah pangandaran, selalu ramai pengunjung. Meski sudah terkenal kotor (meski tidak sekotor ancol), tetap saja menjadi magnet wisatawan terutama domestik. Ombaknya tetap besar. Saat itu malah sangat besar, saat mencelupkan kaki pun terasa begitu kuat arusnya. Sedikit menyeramkan memang. Para lifeguard tak bosan-bosannya berpatroli dan dengan menggunakan toa, mereka beseru mengingatkan para pengunjung untuk tidak berenang di daerah-daerah berbahaya yang telah ditandai bendera merah. Namun dasar orang Indonesia, sebagian pengunjung ada yang mengabaikan peringatan tersebut. Alhasil mereka harus digiring ke tepi pantai.

Empty Chair
Paling membuat saya bahagia adalah melihat ibu saya bisa melepaskan penat. Maklum meski sudah berusia 60 tahun, tetapi beliau belum pensiun juga. Sebagai dosen yang sudah jadi PNS, masa baktinya terhadap negara baru bisa berakhir pada usia 65 tahun. Jadi saya senang melihat wajah Ibu dihiasi tawa sumringah. Ia yang takut laut pun, sedikit demi sedikit berani mencelupkan kaki untuk dielus ombak.

Biasanya saya tidak begitu suka harus berlama-lama di Pangandaran. Saya tidak begitu suka dengan tempat yang terlalu ramai. Tetapi Desember itu saya merasa nyaman. Saya bahagia melihat keluarga saya senang pada liburan yang sudah jauh-jauh hari saya canangkan ini. Ibu saya bahkan ketagihan liburan dan ingin ikut kalau saya traveling. Namun begitu saya menjelaskan traveling ala saya harus mau naik kereta ekonomi, Ibu langsung mengurungkan niatnya. Tapi dia tetap meminta saya untuk merencanakan liburan berikutnya. And I promised, I will.

Horse Parade
      

Komentar

  1. Hai Ica, trims uda visit blogku. Hehe, iya, terima orderan gambar plus pigura nih. Kalau mau, hubungi nomorku aja. Bisa dipaketin juga kok.
    SMS atau Whatsapp di 0838 403 59757 ya. Hehehe

    BalasHapus
  2. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Oh ya, di sana anda bisa dengan bebas mendowload music, foto-foto, video dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.