Langsung ke konten utama

Isn't that Ironic, don't you think?


Di serial Spongebob Squarepants episode yang menceritakan Plankton mempunyai satu pelanggan tetap yang menyukai chum-nya dan tuan Krabs sama sekali tidak menyukai itu. Saya ingat, entah itu Spongbob atau tuan Krabs atau Plankton, mengatakan bahwa hidup itu kita itu sesungguhnya terbangun dari ironi. Saya suka kata -kata itu, meski tidak tahu apakah benar atau tidak.

Lalu apa sangkut pautnya ironi dengan hari tembakau sedunia yang jatuh 31 Mei 2010 kemarin? Hari itu semua perokok pasif menyatakan perang besar – besaran terhadap rokok. Mereka memperingati dan menyebarkan pesan ketidak-baikan merokok. Saya bingung karena saya tidak mengerti betul, hari ini adalah hari tembakau sedunia dan orang – orang berseru stop rokok, tembakau dan rokok sebegitu eratkah? Bagaimana dengan cerutu, cerutu juga dibuat dari tembakau dan dihisap oleh manusia, tetapi katanya cerutu itu bukan rokok. Apa karena cerutu tidak semurah rokok sehingga konsumsinya tidak semerajalela rokok yang merugikan banyak pihak itu? Entahlah.

Rokok untuk saya adalah sebentuk ironi. Semua orang juga tahu kalau merokok itu tidak baik, selain tembakau dan nikotin, rokok mengandung zat – zat kimia seperti cat, pembuat lilin, cadmium untuk batre, pembersih toilet, gas untuk korek api, dan lain sebagainya. Rokok sudah jelas bukan barang yang menyehatkan, tetapi sebagian besar orang mengkonsumsinya. Mereka bilang rokok menenangkan pikiran mereka, buat saya ketenangan itu sebuah sugesti. Seperti cokelat yang katanya bisa membuat bahagia, tapi bahagia itu datangnya dari hati kita sendiri, jadi buat saya itu juga sugesti saja. Terkadang saya melihat perokok itu memperlakukan rokok bak dewa, mereka rela tidak makan yang penting bisa merokok. Ironis, bukan? Belum lagi rokok menjadikan mereka egois. Mereka tidak ingat bahwa ada yang tidak merokok, tetapi para perokok dengan tenang dan enaknya merokok di tempat – tempat umum, seperti di dalam bis ekonomi, angkot, halte, kampus, kantor, taman dan lain sebgaianya,  tanpa pernah peduli orang lain yang tidak suka. Akibatnya asap rokok yang mereka kepulkan tidak hanya merugikan diri mereka sendiri, tapi para perokok itu membuat orang yang tidak merokok merasakan akibatnya juga. Tetapi mereka semua menutup mata dan menutup telinga dari kenyataan yang terjadi, yang penting saya mau merokok dan saya bisa, mungkin begitu ujar mereka dalam hati. Egois dan ironis.

Ironisnya lagi karena di bungkus rokok tertera peringatan yang bilang bahwa merokok dapat menyebabkan impotensi, serangan jantung, kanker, dan gagal janin. Tetapi tulisan itu cuma pajangan, toh perokok tetap membeli dan tidak peduli. Pembasmian terhadap rokok begitu kontra dengan kenyataan bahwa pabrik rokok menyedot tenaga kerja yang sangat besar. Kalau pabrik – pabrik rokok dipaksa tutup, akan ada banyak orang terlantar jadi pengangguran, kelaparan dan kita semua tahu negeri ini penuh dengan janji – janji palsu, lapangan kerja semakin sulit untuk dicari. Rokok juga mendatangkan pendapatan negara yang sangat besar.  Ironis, ironis, ironis.

Lagi - lagi rokok adalah sebuah ironi. Banyak acara olahraga di televisi seperti siaran sepakbola yang begitu banyak digandrungi masyarakat kini juga siaran voli, sponsor utamanya adalah perusahaan rokok. Kegiatan olahraga dan rokok adalah dua hal yang sangat kontras. Selain olahraga, acara - acara konser musik atau pentas seni pun banyak disponsori rokok. Bahkan ada sebuah band yang banyak digandrungi anak muda menjadi icon bintang iklan sebuah produk rokok. I R O N I C

Rokok mempunyai sebentuk ironi tersendiri dalam kehidupan personal seorang saya. 
When will you STOP smoking that freakin' thing?

Komentar

  1. WeW, susah memang kalau urusannya dengan hati...

    BalasHapus
  2. Baru tau kalo 31 Mei hari tembakau! :O
    hahaha yaampun, jujur baru sadar rokok ternyata bener bener berpengaruh banget bagi kehidupan para perokok dan bahkan orang orang yg tidak merokok.

    Kalo boleh jujur lagi, saya gak ngerokok dan saya risih sama yg ngerokok se enak udelnya :P

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip to Malang - Semeru (Part 2)

Baca : Trip to Malang-Semeru (Part 1) Saya sampai di Ranupani (2.200m dpl) sekitar jam 4 sore, karena baru berangkat dari Tumpang sekitar jam 1 atau 2 siang. Setelah mengurus perizinan dan tetek bengek formalitas di Tumpang dan Ranupani, kami siap mendaki Semeru. Dari Tumpang ke Ranupani dibutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam naik Jeep. Selama perjalanan kita disuguhi panorama alam yang luar biasa indahnya. Tebing, perbukitan, lembah, padang savana yang luas, pedesaan tempat tinggal suku Tengger, serta Mahameru di kejauhan.

Yang Tua-Tua Keladi

Setelah melewati kemacetan Kebon Kalapa yang aduhai..hai..hai.. aduh padatnya, saya turun di pertigaan jalan Suniaraja-Otista-Kebon Jati. Dari situ saya mantap berjalan kaki ke jalan Kebon Jati, melawan arus kendaraan. Jalanan ini cukup padat juga, selain satu arah, banyak pedagang kaki lima di trotoar, juga angkot-angkot yang ngetem karena ada sekolahan di sini. Ruwet banget deh... matahari siang bolong terik, pedahal sewaktu saya berangkat dari rumah itu mendung loh...wah! Teruuuuuus saya berjalan naik turun trotoar, menembus kerumunan anak sekolahan, sampai di bangunan tua sebuah pabrik kopi. Ya, Javaco .

Ada yang Kesal

Hujan deras dan angin kencang mulai beraksi di luar. Saya duduk memandangi ponsel, berpikir sms apa yang akan saya kirim. Huh, bahkan saya tidak punya ide untuk menulis sms. Saya tidak menginginkan sms yang hanya berisikan pertanyaan, ‘sedang apa?’ Atau ‘sudah makan?’ Apalagi ‘di sini hujan. Di situ hujan juga?’. Sms yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’ dan hanya cerita yang tak berkelanjutan. Saya sadari betul saya butuh teman ngobrol, butuh teman untuk membunuh waktu, tapi sialnya saya tidak tahu topik apa yang enak untuk ngobrol.